Keraton Kecirebonan dibangun pada tanggal 1800 M, Keraton
ini banyak menyimpan benda-benda peninggalan sejarah seperti keris, wayang, perlengkapan perang,gamelan dan lain-lain. Seperti halnya Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman, Keraton Kecirebonan pun tetap
menjaga, melestarikan serta melaksanakan kebiasaan dan upacara adat seperti Upacara Panjang Jimat dan
sebagainya.
Keraton Kacirebonan berada di wilayah kelurahan Pulasaren Kecamatan Pekalipan, tepatnya 1 km sebelah barat daya dari Keraton kasepuhan dan kurang lebih 500 meter sebelah selatan Keraton Kanoman. Keraton Kacerbonan merupakan pamekaran dari Keraton Kanoman setelah Sultan Anom IV yakni PR Muhammad Khaerudin wafat, Putra Mahkota yang seharusnya menggantikan tahta diasingkan oleh Belanda ke Ambon karena dianggap sebagai pembangkang dan membrontak. Ketika kembali dari pengasingan tahta sudah diduduki oleh PR Abu Sholeh Imammudin . Atas dasar kesepakatan keluarga, akhirnya PR Anom Madenda membangun Istana Kacerbonan, kemudian muncullah Sultan Carbon I sebagai Sultan Kacirebonan pertama.
Kedudukan Cirebon yang berada pada bayang-bayang pengaruh Mataram. Ketika Amangkurat I berkuasa dari tahun 1646 hingga 1677. Masa pemerintahan yang ditandai dengan banyaknya pergolakan agaknya menjadi faktor penting mengapa Cirebon semakin menjadi lemah. Pada zaman Amangkurat I, penguasa Cirebon Panembahan Ratu II, cucu Panembahan Ratu, atas permintaan Mataram berpindah ke Girilaya. Kepergiannya dari Keraton Cirebon ke daerah dekat ibukota Mataram ini disertai oleh kedua puteranya, yakni Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kertawijaya. Sebagai pengganti kedudukannya selaku Sultan Cirebon, ditunjuk puteranya yang paling bungsu, yaitu Pangeran Wangsakarta.
Keraton Kacirebonan berada di wilayah kelurahan Pulasaren Kecamatan Pekalipan, tepatnya 1 km sebelah barat daya dari Keraton kasepuhan dan kurang lebih 500 meter sebelah selatan Keraton Kanoman. Keraton Kacerbonan merupakan pamekaran dari Keraton Kanoman setelah Sultan Anom IV yakni PR Muhammad Khaerudin wafat, Putra Mahkota yang seharusnya menggantikan tahta diasingkan oleh Belanda ke Ambon karena dianggap sebagai pembangkang dan membrontak. Ketika kembali dari pengasingan tahta sudah diduduki oleh PR Abu Sholeh Imammudin . Atas dasar kesepakatan keluarga, akhirnya PR Anom Madenda membangun Istana Kacerbonan, kemudian muncullah Sultan Carbon I sebagai Sultan Kacirebonan pertama.
Kedudukan Cirebon yang berada pada bayang-bayang pengaruh Mataram. Ketika Amangkurat I berkuasa dari tahun 1646 hingga 1677. Masa pemerintahan yang ditandai dengan banyaknya pergolakan agaknya menjadi faktor penting mengapa Cirebon semakin menjadi lemah. Pada zaman Amangkurat I, penguasa Cirebon Panembahan Ratu II, cucu Panembahan Ratu, atas permintaan Mataram berpindah ke Girilaya. Kepergiannya dari Keraton Cirebon ke daerah dekat ibukota Mataram ini disertai oleh kedua puteranya, yakni Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kertawijaya. Sebagai pengganti kedudukannya selaku Sultan Cirebon, ditunjuk puteranya yang paling bungsu, yaitu Pangeran Wangsakarta.
Panembahan Ratu wafat pada tahun
1662 Masehi. Sebelum meninggal beliau membagi kerajaannya menjadi dua yang
diwariskan kepada kedua puteranya itu. Pangeran Martawijaya diangkat sebagai
Panembahan Sepuh yang berkuasa atas Kasepuhan. Sedangkan Kertawijaya ditunjuk
sebagai Panembahan Anom yang berkuasa atas Kanoman.
Sementara itu, Raja Amangkurat I yang kurang bijaksana menimbulkan kebencian di kalangan istana dan penguasa-penguasa daerah yang lain. Dengan didukung oleh seorang pangeran dari Madura bernama Tarunajaya, sang putera mahkota mengadakan pemberontakan. Sayangnya, usaha mereka menentang Amangkurat I tidak berhasil karena perpecahan antara keduanya.
Raja Amangkurat I kemudian meninggal di Tegalwangi setelah melarikan diri dari ibukota Mataram. Dalam pertempuran tersebut, kedua pangeran dari Cirebon itu memihak pada pihak pemberontak. Kira-kira tahun 1678 Masehi, kedua bangsawan pewaris tahta Cirebon kembali ke tanah kelahirannya. Dengan demikian kini di Cirebon berkuasa tiga sultan, masing-masing Sultan Sepuh, Sultan Anom dan Sultan Cerbon.
Sementara itu, Raja Amangkurat I yang kurang bijaksana menimbulkan kebencian di kalangan istana dan penguasa-penguasa daerah yang lain. Dengan didukung oleh seorang pangeran dari Madura bernama Tarunajaya, sang putera mahkota mengadakan pemberontakan. Sayangnya, usaha mereka menentang Amangkurat I tidak berhasil karena perpecahan antara keduanya.
Raja Amangkurat I kemudian meninggal di Tegalwangi setelah melarikan diri dari ibukota Mataram. Dalam pertempuran tersebut, kedua pangeran dari Cirebon itu memihak pada pihak pemberontak. Kira-kira tahun 1678 Masehi, kedua bangsawan pewaris tahta Cirebon kembali ke tanah kelahirannya. Dengan demikian kini di Cirebon berkuasa tiga sultan, masing-masing Sultan Sepuh, Sultan Anom dan Sultan Cerbon.
Sementara itu di Mataram sebagai
akibat dari pemberontakan Tarunajaya, bertumpuklah
hutang yang harus dibayarkan kepada pihak VOC / Belanda yang membantu Amangkurat I. Pihak Mataram membayar hutangnya itu dengan cara melepaskan
pelabuhan-pelabuhan potensial beserta penghasilan yang amat menguntungkan itu
kepada VOC.
Akibatnya lebih lanjut adalah
penghapusan gelar Sultan dari penguasa Cirebon pada tahun 1681 Masehi. Sebagai
gantinya, raja-raja Cirebon kembali pada gelar Panembahan yang sesungguhnya lebih rendah dari Sultan.
Pengganti Sultan Anom adalah putera
bungsu. Sedangkan di Kasepuhan terjadi pembagian kekuasaan anatara Sultan Sepuh
dan Sultan Cirebon. Ketika Pangeran Cirebon dibuang karena melawan Belanda,
daerah kekuasaan nya diberikan kembali kepada Sultan Sepuh. Kemunduran
Kesultanan Cirebon semakin meningkat sejak tahun 1773 Masehi. Setelah
Panembahan terakhir wafat tanpa mewarisi keturunan, daerahnya kemudian menjadi
terbagi-bagi dan dikuasai oleh para pangeran.
Mulai abad ke 19 setelah perjanjian
Wina, kedudukan politik Kasepuhan maupun Kanoman benar-benar dihapuskan,
sebagai gantinya mereka mendapat subsidi dari pemerintah kolonial Belanda.
Sejak itu bangsawan Cirebon hanya
dikenal sebagi pelindung kesenian tradisional Cirebon. Maka tidak mengherankan
apabila seni batik,
seni ukir, seni tari,
seni topeng,
tetap lestari dan berkembang pesat.
Demikian sekilas tentang sejarah
Sultan Kacirebonan Yang disampaikan Oleh salah seorang Elang ( gelar
Kebangsawanan ) di keraton tersebut. Pemaparan sejarah ini adalah acara pembuka
pada kegiatan Pekan Kebudayaan Ramadhan Keraton Kacirebonan 1433. H.
Sambil menyusuri bangunan Keraton
Kacirebonan yang tidak termasuk tipologi arsitektural bangunan keraton,
dimana bentuk bangunannya seperti bangunan pembesar pada zaman kolonial Belanda
dengan pengaruh arsitektur Eropa yang kuat 90 orang peserta kegiatan yang terdiri dari
Kontingen Kwarcab Kuningan, Kwarcab Cirebon dan Cirebon Kota, Kwarcab
Majalengkadan Kwarcab Indramayu berkumpul bersama untuk saling berbagi
pengalaman sambil menggali pengetahuan tentang budaya di Keraton Kacirebonan.
Ka Asep S. Trimatra salah seorang
panitia menjelaskan bahwa Gerakan Kepanduan berawal dari Keraton dimana Sultan
Hamengkubuwono IX sebagai Bapak Pandu
Indonesia mengawali kebangiktan Gerakan Pramuka di Keraton Ngayogyakarta.
Di Indonesia, gerakan Kepanduan
mulai masuk pada tahun 1912, maka ditahun 2012 ini tepat 100 tahun masuknya
kepanduan di Indonesia. Maka kegiatan Pekan Budaya Ramadahan Kasultanan
Kacirebonan yang berlangsung dari tangga 4-5 Agustus 2012 dilaksanakan dalam memperingati moment tersebut.
Selain itu, menurut Kak Asep, bulan
ramadhan identik dengan liburnya kegiatan Pramuka. Padahal selama bulan
ramadhan anggota pramuka bisa lebih giat berlatih misalnya diisi dengan
pencapaian Syarat Kecakapan Khusus Qori, Sholat, muadzin dan lainnya.
“ Insya Allah kedepannya pengujian
Syarat Kecakapan Khusus ini akan kami masukkan sebagai salah satu bagian dari
acara Pekan Budaya Ramadhan Kasultanan Kacirebon tahun berikutnya “ lanjutnya
lagi.
Di wilayah Ciayumajakuning, banyak sekali Gugus Depan yang mengambil
nama-nama ambalan dari tokoh-tokoh kasultanan di Cirebon, diharapkan setelah
adanya pengenalan budaya melalui kegiatan ini. Gudep yang memakai nama-nama
tokoh di Cirebon dapat sowan ( berkunjung ) ke tempat-tempat bersejarah yang
berkaiatan dengan tokoh tersebut. Diharapkan dengan kegiaan ini akan menjadi
cikal bakal terbentukanya Saka Parawisata di Kwarcab Cirebon.
Tepat pukul 16.30 kegiatan Pekan
Budaya Ramadahan Keraton Kacirebonan dibuka oleh Sultan KGPH Abdulgani
Nata Diningrat Dekarangga yang lebih
akrab dipanggil Sultan Abdul Gani ditandai dengan penyematan tanda peserta.
Kemudian acara dilanjutkan dengan ramah tamah, buka puasa, shalat magrib dan,
isya serta taraweh bersama.
Keesokan harinya acara ditutup pukul
10.30 dengan penyematan TISKA ( tanda Ikut Seta Kegiatan ) kepada seluruh
peserta. **Raff
0 komentar:
Posting Komentar