Pages

Dasa Dharma Pramuka

Kedai

www.raff29.wordpress.com. Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 09 Agustus 2012

MENELUSURI JEJAK SEJARAH KERATON KACIREBONAN



Keraton Kecirebonan dibangun pada tanggal 1800 M, Keraton ini banyak menyimpan benda-benda peninggalan sejarah seperti keris, wayang, perlengkapan perang,gamelan dan lain-lain. Seperti halnya Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman, Keraton Kecirebonan pun tetap menjaga, melestarikan serta melaksanakan kebiasaan dan upacara adat seperti Upacara Panjang Jimat dan sebagainya.
Keraton Kacirebonan berada di wilayah kelurahan Pulasaren Kecamatan Pekalipan, tepatnya 1 km sebelah barat daya dari Keraton kasepuhan dan kurang lebih 500 meter sebelah selatan Keraton Kanoman. Keraton Kacerbonan merupakan pamekaran dari Keraton Kanoman setelah Sultan Anom IV yakni PR Muhammad Khaerudin wafat, Putra Mahkota yang seharusnya menggantikan tahta diasingkan oleh Belanda ke Ambon karena dianggap sebagai pembangkang dan membrontak. Ketika kembali dari pengasingan tahta sudah diduduki oleh PR Abu Sholeh Imammudin . Atas dasar kesepakatan keluarga, akhirnya PR Anom Madenda membangun Istana Kacerbonan, kemudian muncullah Sultan Carbon I sebagai Sultan Kacirebonan pertama.
Kedudukan Cirebon yang berada pada bayang-bayang pengaruh Mataram. Ketika Amangkurat I berkuasa dari tahun 1646 hingga 1677. Masa pemerintahan yang ditandai dengan banyaknya pergolakan agaknya menjadi faktor penting mengapa Cirebon semakin menjadi lemah. Pada zaman Amangkurat I, penguasa Cirebon Panembahan Ratu II, cucu Panembahan Ratu, atas permintaan Mataram berpindah ke Girilaya. Kepergiannya dari Keraton Cirebon ke daerah dekat ibukota Mataram ini disertai oleh kedua puteranya, yakni Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kertawijaya. Sebagai pengganti kedudukannya selaku Sultan Cirebon, ditunjuk puteranya yang paling bungsu, yaitu Pangeran Wangsakarta.
Panembahan Ratu wafat pada tahun 1662 Masehi. Sebelum meninggal beliau membagi kerajaannya menjadi dua yang diwariskan kepada kedua puteranya itu. Pangeran Martawijaya diangkat sebagai Panembahan Sepuh yang berkuasa atas Kasepuhan. Sedangkan Kertawijaya ditunjuk sebagai Panembahan Anom yang berkuasa atas Kanoman.
Sementara itu, Raja Amangkurat I yang kurang bijaksana menimbulkan kebencian di kalangan istana dan penguasa-penguasa daerah yang lain. Dengan didukung oleh seorang pangeran dari Madura bernama Tarunajaya, sang putera mahkota mengadakan pemberontakan. Sayangnya, usaha mereka menentang Amangkurat I tidak berhasil karena perpecahan antara keduanya.
Raja Amangkurat I kemudian meninggal di Tegalwangi setelah melarikan diri dari ibukota Mataram. Dalam pertempuran tersebut, kedua pangeran dari Cirebon itu memihak pada pihak pemberontak. Kira-kira tahun 1678 Masehi, kedua bangsawan pewaris tahta Cirebon kembali ke tanah kelahirannya. Dengan demikian kini di Cirebon berkuasa tiga sultan, masing-masing Sultan Sepuh, Sultan Anom dan Sultan Cerbon.
Sementara itu di Mataram sebagai akibat dari pemberontakan Tarunajaya, bertumpuklah hutang yang harus dibayarkan kepada pihak VOC / Belanda yang membantu Amangkurat I. Pihak Mataram membayar hutangnya itu dengan cara melepaskan pelabuhan-pelabuhan potensial beserta penghasilan yang amat menguntungkan itu kepada VOC.
Akibatnya lebih lanjut adalah penghapusan gelar Sultan dari penguasa Cirebon pada tahun 1681 Masehi. Sebagai gantinya, raja-raja Cirebon kembali pada gelar Panembahan yang sesungguhnya lebih rendah dari Sultan.
Pengganti Sultan Anom adalah putera bungsu. Sedangkan di Kasepuhan terjadi pembagian kekuasaan anatara Sultan Sepuh dan Sultan Cirebon. Ketika Pangeran Cirebon dibuang karena melawan Belanda, daerah kekuasaan nya diberikan kembali kepada Sultan Sepuh. Kemunduran Kesultanan Cirebon semakin meningkat sejak tahun 1773 Masehi. Setelah Panembahan terakhir wafat tanpa mewarisi keturunan, daerahnya kemudian menjadi terbagi-bagi dan dikuasai oleh para pangeran.
Mulai abad ke 19 setelah perjanjian Wina, kedudukan politik Kasepuhan maupun Kanoman benar-benar dihapuskan, sebagai gantinya mereka mendapat subsidi dari pemerintah kolonial Belanda.
Sejak itu bangsawan Cirebon hanya dikenal sebagi pelindung kesenian tradisional Cirebon. Maka tidak mengherankan apabila seni batik, seni ukir, seni tari, seni topeng, tetap lestari dan berkembang pesat.

Demikian sekilas tentang sejarah Sultan Kacirebonan Yang disampaikan Oleh salah seorang Elang ( gelar Kebangsawanan ) di keraton tersebut. Pemaparan sejarah ini adalah acara pembuka pada kegiatan Pekan Kebudayaan Ramadhan Keraton Kacirebonan 1433. H.
Sambil menyusuri bangunan Keraton Kacirebonan yang tidak termasuk tipologi arsitektural bangunan keraton, dimana bentuk bangunannya seperti bangunan pembesar pada zaman kolonial Belanda dengan pengaruh arsitektur Eropa yang kuat 90 orang peserta kegiatan yang terdiri dari Kontingen Kwarcab Kuningan, Kwarcab Cirebon dan Cirebon Kota, Kwarcab Majalengkadan Kwarcab Indramayu berkumpul bersama untuk saling berbagi pengalaman sambil menggali pengetahuan tentang budaya di Keraton Kacirebonan.
Ka Asep S. Trimatra salah seorang panitia menjelaskan bahwa Gerakan Kepanduan berawal dari Keraton dimana Sultan Hamengkubuwono IX  sebagai Bapak Pandu Indonesia mengawali kebangiktan Gerakan Pramuka di Keraton Ngayogyakarta.
Di Indonesia, gerakan Kepanduan mulai masuk pada tahun 1912, maka ditahun 2012 ini tepat 100 tahun masuknya kepanduan di Indonesia. Maka kegiatan Pekan Budaya Ramadahan Kasultanan Kacirebonan yang berlangsung dari tangga 4-5 Agustus 2012  dilaksanakan dalam memperingati  moment tersebut.
Selain itu, menurut Kak Asep, bulan ramadhan identik dengan liburnya kegiatan Pramuka. Padahal selama bulan ramadhan anggota pramuka bisa lebih giat berlatih misalnya diisi dengan pencapaian Syarat Kecakapan Khusus Qori, Sholat, muadzin dan lainnya.
“ Insya Allah kedepannya pengujian Syarat Kecakapan Khusus ini akan kami masukkan sebagai salah satu bagian dari acara Pekan Budaya Ramadhan Kasultanan Kacirebon tahun berikutnya “ lanjutnya lagi.

Di wilayah Ciayumajakuning,  banyak sekali Gugus Depan yang mengambil nama-nama ambalan dari tokoh-tokoh kasultanan di Cirebon, diharapkan setelah adanya pengenalan budaya melalui kegiatan ini. Gudep yang memakai nama-nama tokoh di Cirebon dapat sowan ( berkunjung ) ke tempat-tempat bersejarah yang berkaiatan dengan tokoh tersebut. Diharapkan dengan kegiaan ini akan menjadi cikal bakal terbentukanya Saka Parawisata di Kwarcab Cirebon.
Tepat pukul 16.30 kegiatan Pekan Budaya Ramadahan Keraton Kacirebonan dibuka oleh Sultan KGPH Abdulgani Nata Diningrat Dekarangga yang lebih akrab dipanggil Sultan Abdul Gani ditandai dengan penyematan tanda peserta. Kemudian acara dilanjutkan dengan ramah tamah, buka puasa, shalat magrib dan, isya serta taraweh bersama.
Keesokan harinya acara ditutup pukul 10.30 dengan penyematan TISKA ( tanda Ikut Seta Kegiatan ) kepada seluruh peserta. **Raff

0 komentar: